Mobil Jenazah

Tidak pernah kubayangkan sekalipun, aku berada di dalam mobil jenazah seperti ini.

Pagi itu setelah sekian kali menahan air mata, aku duduk di samping supir mobil jenazah.

Aku melihat ke arah depan, di mana pak supir berusaha untuk dapat akses jalan yang lebih cepat.

Jalanan dari RS ke rumah yang beberapa hari belakang kulalui dengan naik gojek bolak-balik terasa berbeda.

Aku belum siap, tapi siapa sih yang siap? Banyak “padahal” yang berkecamuk di kepalaku.

Salah satunya: Padahal saat papa sudah sehat, aku ingin bercanda dengan bertanya apa rasanya saat hilang 20 menitan itu?

Entah berapa lama aku di dalam mobil sambil memandang depan tapi dengan isi kepala yang berkecamuk.

Saat sampai tujuan, aku harus berusaha kuat di depan semua. Semampuku.

Mengenang pagi 27 Juli 2022.

_________________________________________

Posted in Facebook on October 4th, 2023

Aku dan Kamu Sekarang

Lucu ya, dulu aku jatuh cinta padamu. Melakukan banyak hal agar bisa sekedar diakui. Melewati malam dengan banyak kegalauan, juga melewati sakit hati yang cukup parah, tapi tak ada yang tahu saat itu. Aku simpan semua sendiri. Seakan tidak terjadi apapun.

Sekarang (sudah bertahun-tahun lalu sih) aku sudah senetral itu. Aku bisa duduk berlama-lama denganmu membicarakan sejarah kita, masa-masa sendiri kita, perjuangan masing-masing di arah yang berbeda, sok bijaksana dengan diri kita sendiri, sambil kadang-kadang menertawakan masa lalu.

Apapun yang terjadi dahulu, biarlah tetap di sana. Kita melangkah untuk masa depan kita, yang kita masih meraba-raba mau pergi ke arah mana. Saat kita memang ada waktu, marilah kita nongkrong dan menertawakan masa lalu lagi. Mari bertumbuh jadi orang yang tak lagi dipandang sebelah mata oleh orang lain. Meskipun kita tak peduli hal itu.

_____

Ditulis dalam perjalanan ke Bandung sambil ndengerin Flying Without Wings-nya Westlife.

_______________________________________

Posted in Facebook on August 6th, 2023

Kegemaran Menonton Filmku

Salah satu kegemaranku adalah nonton film. Bila dirunut ke belakang, rasanya ini dimulai sejak zaman SD, saat di Cepiring. Ketika itu, tinggal tepat di sebelah satu-satunya gedung bioskop di sana: Sri Agung. Bioskop kala itu tidak hanya dimonopoli oleh segelintir pengusaha, di daerah-daerah banyak bisa ditemui bioskop, yang gedungnya terpisah dari pusat perbelanjaan. Memang tidak semewah sekarang, tapi banyak kalangan yang bisa dengan cukup mudah untuk menonton film di bioskop.

Masa itu, masih dipajang gambar-gambar film yang sedang diputar, yang akan diputar dan yang akan datang. Juga, ada mobil yang berkeliling yang memberitahukan orang-orang film yang saat itu diputar, juga disebarkan poster film dalam ukuran mini. Dari gambar dan poster film yang dipampang, aku mulai mengenal nama-nama pemeran, khususnya pemeran film yang bukan dari Indonesia. Dulu caranya adalah akan aku baca nama-nama pemeran utamanya, sambil mengingat-ingat wajah yang muncul di gambar atau poster tersebut. Bila suatu saat nama itu muncul di film lain, maka aku berpikir, “Oh Si Ini namanya Ini tho”.

Di era awal 1990-an, film yang diputar, kurang lebih sama dengan yang diputar saat ini, film Indonesia, Holywood, Mandarin dan Bollywood. Dengan berbagai macam genre. Hampir semua genre film, dulu juga aku tonton. Kecuali yang film dewasa, dengan poster-poster yang cukup vulgar. Kalau mau nonton film, pasti ditanya film apa dan untuk usia berapa. Yang diperbolehkan adalah yang Segala Umur dan yang 13 tahun keatas.

Selain mendapatkan referensi film dari bioskop, aku juga mendapatkan hal itu dari TV. Ketika TV hanya ada TVRI. Filmnya juga terbatas, biasanya diputar malam hari, setelah Dunia Dalam Berita. Jam yang dulu terasa sangat malam, karena jam-jam tersebut rasa kantuk sudah sangat-sangat. Yang bisa aku ingat tidak banyak, film Friday The 13th salah satunya, menjadi tonggak pertama mengapa aku saat ini suka banget dengan genre film horor dan misteri.

Ketika pindah ke Kota Tegal, rupanya kegemaran itu tidak lantas hilang. Meskipun tak lagi tinggal di dekat bioskop, dan harus naik sepeda atau becak kalau mau nonton film di bioskop. Di masa SMP, saat itu sangat gemar nonton film Mandarin, baik di video player maupun di bioskop. Plus, dulu sering nontonnya sama salah satu sahabatku dari SMP dan SMA yang punya kegemaran yang sama: nonton film Mandarin.

Tidak lama setelah itu, muncul banyak stasiun TV swasta, yang menjadi sebab bangkrutnya bioskop-bioskop di daerah. Film-film yang diputar di TV swasta sangat cepat, bioskop jadi kalah saing saat itu. Perfilman Indonesia yang saat itu sudah lesu, makin lesu. Tontonan orang menjadi berubah, bukan hanya film Indonesia dan Holywood, tapi mulai dari sinetron, film India, film mandarin cerita silat, juga telenovela menjadi tontonan yang setiap hari mewarnai layar TV.

Saat kuliah di Purwokerto, zaman sudah berubah juga. Era di mana VCD menjamur. Persewaan VCD film pun marak pada saat itu. Menjadi member dari tempat penyewaan VCD adalah kunci. Juga sebisa mungkin saling pinjam dengan kawan lainnya yang juga menyewa. Bukan hanya film layar lebar tetapi juga serial TV. Untuk serial TV ini, paling sering adalah genre superhero dan misteri yang aku ikuti.

Zaman VCD ternyata hanya sekilas saja, ketika koneksi internet mulai bangkit, aku jadi lebih sering download file nya. Aku kumpulkan semua film hasil download ini di salah satu external harddisk. Dulu, saat di Bandung, downloadnya di kantor, kadang harus nunggu seharian agar bisa selesai. Paling jos kalau pas monitoring visit, dapat penginapan dengan koneksi internet yang lumayan, alhasil langsung nimbrung download, mumpung.

Saat ini tak terhitung berapa jumlah file film yang aku punya. Genrenya macam-macam. Tapi tidak untuk genre thriller yang mempertontonkan adegan potong-memotoh tubuh. Bisa kebayang-bayang lama di kepalaku. Kegemaran untuk download masih ada, cuma nggak segetol dahulu. Saat ini dengan koneksi internet yang lumayan dan kuota yang berlimpah (nebeng wifi yang ada), aku bisa cukup streaming dari laptop atau HP. Teman-teman kantor pun ada beberapa yang ikut menikmati hasil download yang sudah terkumpul. Yah, meskipun belum semua aku tonton, paling tidak bisa berbagi dengan yang membutuhkan.

Jakarta, 9-10 Juni 2020

#Jumat

Hari ini selalu kusambut dengan suka cita,
Karena aku bisa ke masjid untuk berdoa.

Hari terakhir masuk kantor dalam sepekan,
yang artinya me time dalam dua hari kedepan.

Juga salah satu alasan mengapa Jumat adalah favorit,
ini adalah hari kelahiranku! Selamat hari Jumat!

Five days before

Entah mengapa aku menulis ini, mungkin karena tidak ada pikiran lain. Atau mungkin karena malam minggu ini aku sendiri. Padahal biasanya aku akan bersama 3 sahabat-sahabatku. Atau karena aku membuka laptop sambil menikmati secangkir cappuccino di Angel-in-us tanpa tahu harus ngapain.

Lima hari lagi. Ya, lima hari lagi aku akan tepat berusia 38. Usia di mana aku dihantui bermacam-macam pikiran. Dengan usia segitu, apa yang sudah aku capai? Apa yang sudah aku punya? Tentang kepunyaan, aku tidak punya apa-apa. Mati pun tak akan membawa harta apa-apa, bukan? Tentang pencapaian, rasanya aku boleh sedikit berbangga.

Ada banyak pencapaian pengalaman yang sudah aku gapai. Meskipun, masih banyak yang aku juga ingin capai. Mengunjungi kota/provinsi lain di Indonesia, sudah. Bahkan ada yang sempat berkunjung lebih dari sekali. Mengunjungi kota di luar negeri pun sudah, bahkan semuanya dibayarin sama kantor atau sama sponsor. Pengalaman pahit-manis pun sudah.

Semua itu membentuk aku menjadi aku yang seperti ini. Pikiranku, tingkal lakuku, responku terhadap sesuatu, apa yang aku suka, apa yang tidak aku suka. Semuanya adalah bentukan pengalaman-pengalaman hidup. Iya, tak ada yang mulus dan lurus, pasti ada jalanan terjal, berlubang, berkelok bahkan harus berputar arah karena buntu. Kalau tidak seperti itu, mungkin hidup sangat membosankan. Mungkin.

Tahun 2019 ini aku men-setting beberapa resolusi. Semoga banyak yang benar-benar bisa aku laksanakan. Tentang ulang tahunku, aku sudah tak mau lagi merayakan. Biarlah hari itu menjadi hari untuk aku melakukan kontempelasi dan melakukan kalibrasi (lagi) mau ke mana arah hidupku.

Hidup hanya sekali. Rasanya masih banyak yang belum aku lakukan, untuk kebaikan. Masih banyak impian.

Netizen Bala Bala

Kalau diingat-ingat kembali, bangsa ini begitu mudah terbelah menjadi dua sisi adalah saat kampanye pemilu presiden tahun 2014. Begitu tajam sekali perselisihan antar dua kubu.

Dilanjutkan dengan pilkada DKI, meskipun ada 3 pasangan calon, namun yang terlihat adalah pro Ahok dan kontra Ahok. Semua energi saat itu cukup terkuras untuk saling balas, saling menjatuhkan, saling mengungguli.

Dan ternyata tidak cukup berhenti sampai situ. Bahkan hingga kini, begitu mudahnya orang mencaci tentang hal yang tidak sepemahaman atau opini yang berseberangan dengan kelompoknya. Di gelitik sedikit saja dengan status FB, postingan Twitter, postingan IG atau sekedar judul yang provokatif dari berita online. Wuah, dengan serta merta orang akan memposisikan di pro atau kontra.

Nyinyir sana, nyinyir sini. Orang lebih mudah menjatuhkan orang lainnya daripada memberikan masukan konstruktif kepada orang lain. Entah sampai kapan ini akan berlangsung.

Harus kuat mental, cyin!

Belajar dari Kemarin

Ada beberapa hal yang menjadi pelajaran dari kisah hubunganku sebelumnya. Baik aku dan dia memang bukan yang sempurna. Dan aku pun tak meng-klaim bahwa diriku lebih baik dari dirinya. Apa yang aku tulis di sini adalah dari sudut pandangku.

Pertama, tidak buru-buru memutuskan untuk berpacaran dengan seseorang. Sebaiknya kenali dahulu, pendekatan dahulu. Mengenal karakter calon pasangan kita, dan banyak hal yang perlu dikenali. Bila kita yakin, maka baru ambil keputusan.

Kedua, bicarakan “kesepakatan” apa yang boleh apa yang tidak boleh. Keterbukaan antara dua belah pihak sangat dibutuhkan. Dan selalu bersiap bila kesepakatan itu mengalami perubahan, bisa berkurang bisa bertambah. tergantung situasi. Dan namanya kesepakatan, maka kedua belah pihak harus setuju.

Ketiga, living together is a much more complex thing! Jangan pernah mengajak orang yang baru pacaran sebentar untuk tinggal bareng. Karena belum tentu akan lebih baik. Kenali dulu baik-baik si pacar kita itu. Mungkin 2 tahun setelah pacaran kali ya, trust me it takes time to know your spouse well.

Keempat, keep family-things away from the conflict! Harus disepakati bahwa bila suatu saat ada konflik, tidak membawa-bawa keluarga. Hal ini sangat sensitif. Kita tahu dalam dunia begini family privacy itu sangat penting. Bila pasangan sudah melanggar ini, sebaiknya pertimbangkan kembali hubungan kalian.

Kelima, tidak memaksakan diri dalam hal ekonomi. Seawal mungkin membicarakan tentang kondisi keuangan atau ekonomi masing-masing. Dan harus bisa saling mendukung, atau paling tidak, tidak menjadi beban salah satu pihak. Kalau mau sama-sama berjuang, itu lebih baik.

Kita tidak pernah tahu, apakah kita jatuh cinta pada orang yang benar atau salah. Tetapi, sebisa mungkin kita meminimalisasi, untuk jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan orang yang salah. Semoga hal ini menjadi pelajaran penting untuk masa depan, khususnya buat aku pribadi.

Semoga!

Kimia oh Kimia

Saat makan siang hari ini, seperti biasa aku makan di lantai basement Tempo Scan Tower. Sendirian. Tak lupa selalu melihat dan membaca status-status di media sosial: Facebook dan Path. Tiba-tiba tertuju pada postingan seseorang tentang Skala Periodik Unsur Kimia. Dan pikiranku pun melayang ke 18 tahun silam, 1998. Ya, saat aku masih duduk di bangku SMA kelas 2.

tabel-kimia
dicomot dari googling

Pada saat aku sekolah, pelajaran kimia baru didapatkan pada saat di SMA, mulai kelas 1 SMA. Karena pelajaran ini sangat baru, di SMP tidak diajarkan secara spesifik. Tentu saja aku agak bingung. Buku lungsuran dari kakakku–yang hanya beda 1 tahun–pun menjadi modal pertama. Awal-awalnya menarik tapi lama-lama menjadi membingungkan. Ditambah lagi sang guru cukup antik dalam mengajar. Tanpa ba-bi-bu langsung kasih soal, yang notabene saat itu kalau tidak dijelaskan oleh guru, kita tidak akan tahu sama sekali.

Sang guru malah menjelaskan pelajarannya di sore hari, dia buka kelas di laboratorium kimia. istilah dia, Pengayaan Materi. Jadi teman-teman yang mengikuti pengayaan materi tahu/paham lebih dahulu dari yang tidak. Pernah aku mencoba mengikuti Pengayaan Materi tersebut, tapi… tetap saja aku tidak paham. Ah, sudahlah!

Pernah satu kali pada saat kelas kimia di kelas 3, sang guru memberikan beberapa soal. Yang tidak bisa menjawab maka harus keluar kelas. Dan sebagian besar teman sekelas tidak bisa menjawab, hanya sedikit teman–tentunya yang ikut Pengayaan Materi–yang bisa menjawab dengan baik. Ah, akhirnya 2 jam pelajaran tersebut aku habiskan di Perpustakaan Sekolah dan Kantin.

Berawal dari ketidakpahaman di SMA inilah, saat kuliah aku pun tak cukup paham. Padahal saat kuliah malah 4 semester ada pelajaran kimianya! Kimia Dasar I, Kimia Dasar II, Biokimia I dan Biokimia II.Argh!

Membayangkan, bila saja guru kimia di SMA dulu bisa menjelaskan dengan baik. Mungkin saja sekarang aku bisa lebih paham kimia. Atau sama saja? Sudahlah…

Kita

Berjumpa denganmu adalah kebahagiaanku. Memandang wajahmu, melihat binar matamu dan senyum manismu juga kebahagiaanku.

Kita berpelukan untuk melepas rindu yang sudah terakumulasi lama. Merasakan kembali debar-debar jantungmu saat kau di sisiku.

Bertukar cerita tentang masa lalu diselingi guyonan kecil yang membuat kita saling tertawa. Menatap masa depan yang masih tertutup kabut putih.

Dua jam bersamamu, membuatku semakin mencintaimu. Semakin berharap, bahwa kita akan segera bersama.

Rasanya ciuman-ciuman itu tak ingin segera berakhir. Kehangatan, keterbukaan dan kesederhanaanmu adalah pesona magis yang selalu ingin kudekap.

Sekali lagi, ini menjadi pilar di mana tekadku semakin bulat. Menjadikanmu sebagai masa depanku.

Tentang Doaku

Selama ramadhan ini, aku berusaha untuk ikut sholat Dhuhur dan Ashar berjamaah di Masjid As Salam di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, tepat di sebelah gedung tempat kantorku berada.

Setelah sholat biasanya diisi dengan kultum, kadang-kadang aku dengerin hanya sampai jam 12.30, padahal belum selesai.

Tadi, entah kenapa aku tak beranjak. Kali ini aku tepat duduk di seberang sang penceramah. Dan seperti biasa aku mainan HP untuk sekedar cek-cek sosmed kemudian diam dan memejamkan mata.

Aku terbangun karena kaget kakiku tersenggol kaki temanku, padahal baru sebentar aku memejamkan mata. Kemudian aku mendengarkan kembali isi ceramahnya.

Dia menanyakan, “Jujur ya, apakah kalau kita berdoa pengen cepat dikabulkan?” Dia diam untuk meminta respon, tak ada yang merespon, aku pun sedikit bersuara, “Pengen.”

Kemudian dia menjelaskan bahwa Muslim perlu berhati-hati bila doanya cepat dikabulkan, jangan-jangan Alloh tidak mau mendengarkan keluh kesah kita jadi Dia segera mengabulkan doa kita.

Dia menjelaskan dengan hadits dan menjelaskan maknanya dalam bentuk cerita. Semua yang dia katakan seperti menjawab tanyaku, padahal aku tak bertanya. Aku belakangan memang berharap dan berdoa sesuatu, dan aku ingin sekali agar bisa cepat terkabul.

Ada momen di mana saat penceramah berbicara, sepertinya Alloh sedang “berbicara” padaku. Hampir-hampir aku menitikkan air mata, tapi aku bisa menahan. Hanya saja rasa haru tetap saja berkumpul di dada.

Mungkin aku harus belajar bersabar untuk menunggu dikabulkannya doaku, belajar ikhlas menerima keadaan sekarang,  dan tetap optimis bahwa Alloh sudah menyiapkan yang terbaik buatku kelak.